Buku Taun Desa Cibulan

Perayaan Buku Taun, sebuah seni menghormati leluhur.

Oleh : Andrian

Buku Taun  Desa Cibulan, Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Gambar 1.1 Makam Haji Abdullah.

Cek lokasi : Makam Kabuyutan Eyang Cinangka

Buku Taun merupakan sebuah tradisi perayaan masyarakat desa Cibulan, untuk menghormati para leluhur yang sudah meninggal, atas jasa-jasanya selama masih hidup. Masyarakat desa Cibulan akan berduyun-duyun mendatangi Éyang (makam keramat, makam leluhur) untuk mendoakan mereka, serta sebagai ajang silaturahmi dan syukuran akbar penduduk desa. Para masyarakat desa Cibulan akan membawa nasi tumpeng dan makanan yang setelah dido'akan oleh Juru kunci akan di bagikan dan dimakan bersama, sebagai mestinya adat orang Sunda, yaitu papaharé (kebersamaan).

Pertama-tama, prosesi adatnya adalah pembacaan do'a dan Hadroh yang dipimpin oleh Pemuka agama, lalu dilanjutkan dengan pembacaan do'a khusus oleh juru kunci. Setelahnya, juru kunci akan menyalakan kemenyan dan membacakan do'a khusus tanpa diikuti oleh para peserta adat lain. Sedangkan para masyarakat peserta acara adat, akan saling bertukar makanan dan berbagi lalu memakannya bersama-sama sebagai ajang silaturahmi.

Gambar 1.2 Prosesi bertukar makanan dan ukur bambu/ngadépa.

Prosesi unik lainnya yaitu adanya peramalan keberuntungan dengan mengukur panjang bambu/ngadépa, bagi peserta yang penasaran dengan keberuntungannya.

Ada lima Éyang yang terdapat di desa Cibulan, yaitu Éyang Kidang Kinayungan, Éyang Cinangka, Éyang Ciakar, Éyang Ibu Sakti, dan Éyang Kiyai Citra Kuning. Namun, hanya ada dua Éyang yang sering dilakukan perayaan tradisi Buku Taun, yaitu hanya di Éyang Cinangka karena merupakan makam Prabu Mangkurat, Kuwu Candra yang merupakan Kepala Desa Cibulan pertama, dan makam Haji Abdullah yang merupakan penyebar agama Islam dari kerajaan Kasultanan Cirebon. Sedangkan di Makam Éyang Ciakar, terdapat beberapa makam keramat leluhur orang Cibulan, yaitu makam Buyut Karancang, makam Kuwu Sangka yang merupakan Kuwu/Kades yang sakti, dan makam Gédéng Panérésan.

Dari kelima makam keramat tersebut, ada satu makam yang misterius dan kental dengan nuansa ghaib. Ialah makam Ibu sakti yang disebutkan berada di tengah-tengah lémbur/desa Cibulan, namun tidak memiliki patokan pasti, hanya disebutkan di tengah-tengah desa. Beliau adalah tokoh wanita yang memiliki kemampuan supranatural dan sakti. Konon, untuk orang sombong yang hendak memamerkan kekuatannya di desa Cibulan akan mendapat kesialan dengan kekuatan yang tidak berfungsi dibawah kendali Ibu sakti. Ada sebuah kasus pada tahun 90-an, saat itu ada atraksi debus yang mempertontonkan 2 wanita direbus dalam drum, namun karena tidak ada restu Ibu Sakti dalam memamerkan kekuatannya, para pemain debus itu mengalami kesialan dan meninggal dunia dalam rebusan tersebut.

Selain di desa Cibulan, ada beberapa desa di kecamatan Lemahsugih yang juga melakukan tradisi ini, namun memiliki tujuan dan arti yang berbeda dalam pelaksanaannya. Yaitu desa Cipasung, Borogojol, dan Margajaya.

#bukutaun

#tradisisunda

#cibulanMajalengka

#sunda

Komentar

Postingan Populer